Lanjut ke konten

Sepuluh Tahun yang Lalu (2)

Agustus 2, 2011

Sepuluh tahun yang lalu, genap sebulan saya ditempatkan di sebuah desa di daerah berbukit-bukit. Genap sebulan saya merasakan dinginnya angin musim kemarau. Genap sebulan saya hampir tak bisa merasakan terik matahari di tengah hari karena siangnya pun terasa sejuk di tempat itu.

Semula bermula dari (sekadar) doa enam tahun sebelumnya. Waktu itu, kakak saya mengikuti kuliah kerja nyata. Ia ditempatkan di sebuah desa di daerah berbukit-bukit. Hawanya sejuk. Pemandangannya indah. Airnya bersih. Candiroto  nama desa itu. Letaknya di Kabupaten Temanggung. Dasar saya yang enggak betah dengan udara gerah, saya pun langsung berharap (mungkin juga berdoa -lupa) agar jika suatu hari nanti harus mengikuti kuliah kerja nyata, saya juga ditempatkan di daerah serupa. Bahkan kalau bisa sama persis.  🙂

Karena Gusti Allah itu mengikuti persangkaan baik hamba-Nya, harapan saya pun dikabulkan. Enam tahun berikutnya, ketika saya mengikuti kuliah kerja nyata, saya ditempatkan di sebuah desa yang jaraknya hanya tiga kilometer dari desa tempat kakak saya dulu ditempatkan. Subhanallah. Ajaib memang.

Desa itu bernama Wanacaya. Orang sering menulisnya dengan Wonocoyo -padahal menurut tulisan Jawa, yang pertamalah yang benar. Konon maknanya adalah hutan yang bercahaya. Desa ini terletak di Kecamatan Wanabaya -yang orang kadang menulisnya sebagai Wonoboyo. Konon maknanya adalah hutan buaya. Alhamdulillah, waktu saya ke sana buayanya sudah tidak ada. 🙂

Wanacaya tidaklah begitu berbeda dengan Candirata. Terletak di daerah berbukit. Benar-benar berbukit-bukit. Hawanya sejuk. Jika malam hari dinginnya minta ampun. Ketika tengah hari, keringat pun rasanya tidak keluar walaupun berdiri di tengah lapangan; hawanya tetap sejuk. Karena terletak di bukit, pemandangannya indah. Pohon-pohon kopi menghiasi lereng-lereng bukit. Berjalan-jalan pun rasanya tak lelah.

Saya ditempatkan bersama empat teman. Sub unit beranggota paling sedikit dibandingkan sub unit lain pada satu unit -dengan lokasi yang paling sulit dicapai sehingga pak dosen pun hanya sekali bertandang ke sana dan bilang, “Kalau mau minta tanda tangan, kumpulkan di Kecamatan saja ya?” Hehehe.

Empat teman saya unik-unik. Yang satu dari Palembang, anak Geodesi Teknik, tentu saja tidak bisa berbahasa Jawa Krama. Satu lagi berasal dari Jawa, berperawakan seperti tokoh utama Renegade, tapi berhati dan bersikap lemah lembut. 🙂 Satunya lagi cewek dari Sulawesi. Yang terakhir adalah yang istimewa. Seorang gadis yang saya ceritakan di posting saya sebelumnya.

Namanya jodoh tak bisa ditolak. Sudah diskenario oleh Allah.

Awal mula kaget juga waktu  pembentukan kelompok di LPM. Oh ternyata, saya sekelompok dengan gadis menarik hati ini. Gara-gara sudah tertarik sebelumnya ya jadinya agak perlu menata hati waktu komunikasi pertama.

“Dari luar Jawa,  ya?” pertanyaan pertama saya kepadanya. Sebenarnya mau nanya, “Chinese, ya?” Tapi nanti dikira rasis.

“Oh, tidak, Jawa tulen,” jawabnya sambil tersenyum.

Karena saya dipilih menjadi  koordinator sub unit ya jadilah lebih mudah untuk mengetahui sedikit banyak tentang gadis menarik hati ini.

Pekan-pekan pertama, segera saya mengetahui bahwa gadis ini mempunyai hati yang baik, kepribadian yang lemah lembut, hati yang hanif, kedewasaan yang matang, serta bertanggung jawab. Kombinasi yang pas untuk seorang istri yang baik.

Orang Jawa berkata, tumbuhnya cinta karena terbiasa. Ini benar, walau tidak seluruhnya benar. Kalau terbiasa dengan seorang gadis berkepribadian istimewa seperti dirinya, wajar jika saya jatuh cinta. Tapi kalau bergaul dengan cewek ugal-ugalan ya sulit deh untuk jatuh cinta.

Sebulan berlalu di sepuluh tahun yang lalu, ada rasa bahagia jika gadis tersebut berada di sekitar saya, minimal mengetahui kalau dirinya baik-baik saja. Ada rasa gelisah, jika gadis itu tak segera tampak dari pondoknya. Saya akui saya jatuh cinta. Tak perlu malu tentang hal ini.

Sebulanberlalu di sepuluh tahun yang lalu, saya mulai memilih dirinya. Sebulan berlalu di sepuluh tahun yang lalu, saya  mulai berkeinginan menindaklanjuti rasa di hati ini.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mempertemukanku dengannya. Pertemuan yang sungguh indah di tempat yang indah, hijau, dan sejuk.

Istriku, aku mencintaimu. Aku mencintaimu saja.

5 Komentar leave one →
  1. September 10, 2011 8:50 am

    oalah novel bersumber dari kisah nyata ya mas ???

  2. Februari 1, 2012 5:37 am

    hihihihi maut nih gombalannya…
    salam…

Trackbacks

  1. Lukisan Anakku Dicetak Secara Nasional « .:Wirawan:Yogiyatno's:Note:.
  2. Sepuluh Tahun Yang Lalu (3) « .:Wirawan:Yogiyatno's:Note:.

Tinggalkan Balasan ke Wirawan Yogiyatno Batalkan balasan